Terlilit gaun putih indah, berbalut jilbab panjang terurai, terlihat riasan wajah yang sederhana namun tidak menutupi kecantikannya, tersimpul senyuman indah diwajahnya dengan bibir yang terlihat terus berdoa kepada Sang Ilahi. Hari ini adalah hari pernikahan adik ku. Seorang pria gagah telah memelamarnya sebulan yang lalu dan kini tinggal merayakan hari resepsinya. Acara ta’aruf yang singkat membuat aku sedikit tidak percaya bahwa kini adik kecil ku yang manis dan manja sebentar lagi akan naik ke pelaminan.
Masih terngiang di telingaku kata-kata manjanya,
“kak ajarin aku PR dong, ada yang nggak aku ngerti ni”
“kak besok anterin aku yah, aku ada liqo di Masjid Al-Mukhtar”
“kak besok mau puasa nggak ??? ntar aku bangunin ya,,, kita saur bareng”.
Kata-kata yang aku ingat itu membuat aku kembali ke masa lalu. Saat usia adik ku beranjak 16 tahun, saat puncak kemanjaannya dimulai, saat dia mencari jatidirinya, saat hatinya selalu mencari kebenaran tentang apa yang diyakininya selama ini. Dia bertanya banyak kepada ku, dan aku merasa bahwa betapa beruntungnya aku mempunyai adik seperti dia. Dia membuat ku merasa berguna sekali sebagai seorang kakak.


Semua pertanyaannya membuat ku kagum. Mungkin saat teman-teman sebayanya sedang asik pacaran, sedang asik pergi ke clubbing, asik ngegosip dan melakukan hal-hal yang biasa dilakukan oleh anak-anak seusianya, dia malah asik dengan dunianya sendiri, mencari kebenaran tentang Islam, mencari jatidiri Islam, dan terus mencari tentang semua hal yang ia tidak tahu.
Pertanyaan yang ia tujukan padaku aku jawab sesuai dengan yang aku tahu, menyampaikannya dengan cara yang bijaksana juga cara yang sangat ia suka.
Tapi kini dia telah dewasa, dan sebentar lagi akan menikah, dia dan calon suaminya akan berjanji dihadapan Allah untuk melaksanakan sunah Rasulullah, dan melaksanakan kewajibannya sebagai seorang hamba Allah.
Di kamar ini dia sedang di rias oleh seorang perias pengantin. Aku termangu dan  berkata dalam hati “adik ku sungguh cantik, dia tidak perlu di rias”. Tapi untuk menghormati para tamu undangan yang datang dia harus didandani walaupun aku tahu sebenarnya perias pengantin itu pun berfikiran sama dengan ku. Perias itu bingung bagaimana dia harus merias wajah adik ku sementara tidak dirias saja adik ku sudah terlihat cantik.
“kak ko diem ???? jangan diem atuh ????” kata adik ku spontan, dia bingung melihatku berada dalam terus dalam lamunan. Dalam sekejap perkataannya itu membuat ku kaget dan membuyarkan lamunanku.
“hah ??? siapa yang diem ??? kakak cuma lagi bengong aja ko…
“ yeee sama aja kali”. Gimana sama riasan ku kak ?? ga terlalu tebal kan ??? aku nggak mau keliatan berlebihan”.
“ enggak berlebihan koq, biasa aja, tapi tetap keliatan sih kalo kamu di make up, kamu cantik sekali de’……” ucap ku sambil terus menatap wajahnya dan memberikannya senyuman ku.
Dia tidak menjawab perkataanku tapi dia membalasnya dengan sebuah senyuman manis yang terlihat dari bibir mungil adik ku.
“kak aku takut, kaki ku gemetar, apakah aku sudah siap “????
“berdoalah de’, teruslah berzikir kepada Allah, insya Allah kamu akan diberi kekuatan oleh Allah”.
“Amien”…….”kak gimana waktu kaka mau nikah dulu ???? apakah perasaannya sama ama yang aku rasain sekarang ??????”
“aku lebih gemetar dari kamu, kan kamu tau sendiri kalo aku mondar-mandir terus ke kemar mandi”
“o iya aku ingat, dulu kan kakak hampir pingsan ya kan ??????” hehehe
“huuuuuuu…….. dah jangan diomongin lagi , aku malu tau” kataku ikut tersenyum.
Perias pengantin pun tersenyum mendengar perkataan adikku barusan. Mungkin dalam bayangannya masa ada pengantin yang pingsan pada saat acara resepsi.

“Pengantinnya udah belom ???? penghulunya udah siap tuh “, kata bibi Irna adik dari ibuku.
“iya ini sebentar lagi” jawab si perias. Aku berdiri. Nggak lama adik ku pun berdiri dan menggandeng tanganku sementara si perias terus merapihkan pakaian adikku, kita berdua bersiap untuk ke ruangan walimahan.
Aku berjalan perlahan dan dia mengikutiku. Saat aku dan adik ku berjalan, sontak semua tamu yang datang pun memperhatikan kami. Mungkin mereka takjub melihat betapa cantiknya sang pengantin wanita. Adik ku berjalan sambil menundukkan kepalanya. Dia tidak  berani untuk sekedar melihat keadaan sekeliling, matanya hanya melihat kebawah. Tapi aku sebaliknya, aku memberanikan diri untuk tetap berdiri tegap, karena yang ada disampingku ini, wanita yang sedang aku gandeng ini bukan hanya adik ku tapi dia adalah wanita yang akan menjadi Ratu di acara ini.
Aku mengajak adik ku duduk di bangku yang telah tersedia. Bangku yang posisinya kurang lebih berada 10 meter dari meja yang akan digunakan untuk ijab kabul. Aku mempersilahkan adikku duduk dan meninggalkannya disana. Disana adikku didampingi oleh ibuku, istriku, para saudara-saudaraku yang wanita, sepupu-sepupuku yang wanita dan teman-teman wanita adikku. Sementara itu aku berjalan menuju tempat walimah. Aku duduk disamping ayah ku yang dari tadi sudah ada disana, dan disamping ayahku pula sudah ada seorang penghulu dan dua orang saksi dari pihak ku atau dari pihak wanita.
Kini dihadapan ku sudah ada seorang pria yang sebentar lagi akan menjadi adik iparku. Seorang pria yang sangat beruntung mendapatkan adik ku yang manis. Aku menatap mata pria tersebut dan dia membalas tatapan ku. Sekilas dalam tatapan matanya itu aku bisa melihat kemantapan hatinya meminang adikku. Dia menganggukkan kepalanya kepadaku dan itu menunjukan tanda ketegasan dan kesiapan hati dari semua jiwa raganya untuk menjadikan adikku sebagai istrinya. Itu membuatku sedikit tenang dan berfikir bahwa adik ku mendapatkan orang yang tepat untuk dijadikan sebagai imam dalam keluarganya nanti.
Suasana ijab kabul yang penuh khidmat pun berjalan singkat. Sang Aris (pengantin pria) mengucapkan ijabkabul dengan penuh iman, tegas, lancar dan penuh kewibawaan. Aku melirik kearah adik ku dan terlihat bibir kecilnya bergerak. Walaupun posisi ku agak jauh dari tempat adik ku duduk, tapi aku dapat menerka bahwa yang ia ucapkan adalah kalimat syukur yang ia ucapkan berkali-kali.
Tak lama si penghulu mengajak kita semua bedoa. Semua orang yang ada di ruangan ini mengangkat tangannya dan menundukkan kepalanya. Mereka semua terbawa oleh atmosfir suasana ruangan ini yang begitu khidmat dan penuh nuansa Islam. Tak jarang pula aku melihat diatara mereka  ada yang menitikkan air matanya.
Setelah kami semua berdoa sang pengulu pun mengumumkan bahwa kini adikku dan lelaki itu talah resmi menjadi suami istri. Sang pengulu pun menerangkan tentang beberapa hal yang tidak boleh dilakukan oleh sang suami kepada istrinya. Dan menjelaskan tentang hukum sang istri boleh mengadukan suami kepengadilan agama apabila sang suami melakukan hal-hal yang tidak boleh dilakukan.
Acara ijabkabul pun telah usai. Kini adik ku telah menikah, dia telah memiliki imamnya sendiri, dia memiliki seorang yang bisa menuntunnya kejalan Allah. Dia telah menyempurnakan keislamannya. Aku tak bisa berbohong bahwa di satu sisi hatiku, aku sangat bahagia tapi disisi hatiku yang lain aku menangis. Tapi walaubagaimana pun dia tetap adik kecilku yang manis dan manja, dan itu tak akan berubah sampai kapan pun juga. Dia adalah adikku yang akan terus aku sayangi sepanjang hidupku nanti.

2 Komentar »

  1. Haris said

    Bagus bgt mas tulisannya,sampe aku bayangin punya kakak kayak mas. Aku sendiri insya Allah tgl 8 agustus 2008 jg mo nikah. Tulisan ini dpt menambah motivasiku. Thanx banget mas

  2. syarifah said

    chow, ente dipanggil mas ya? hehehe…….lucu.
    oia, kbarnya masmu gmana?
    suruh dia baca cerpenmu deh. pasti dia bangga bgt punya adik sepertimu.

RSS feed for comments on this post · TrackBack URI

Tinggalkan komentar